Attack-Attack I kissed a girl

Kamis, 26 April 2012

GAYA KEPEMIMPINAN DAN STRUKTUR ANATOMI KEORGANISASIAN

GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI Konsep Gaya Kepemimpinan Menurut William H.Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003;262) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu. Bahasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik. Meskipun demikian masih tetap sulit untuk menerapkan seluruhnya, sehingga dalam prakteknya hanya beberapa pemimpin saja yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik dan dapat membawa para pengikutnya kepada keadaan yang diinginkan. Kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai ilmu sosial terapan (applied social sciences). Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan prinsip-prinsipnya mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung terhadap upaya mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Kepemimpinan seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, mempunyai berbagai fungsi antara lain, menyajikan berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam kepemimpinan dan memberikan pengaruh dalam menggunakan berbagai pendekatan dalam hubungannya dengan pemecahan aneka macam persoalan yang mungkin timbul dalam ekologi kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, yang mempunyai peran penting dalam rangka proses administrasi. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau penjabaran dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu di antara peran administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau para bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan. MACAM-MACAM PEMIKIRAN GAYA KEPEMIMPINAN Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. Teori Gaya Kepemimpinan Klasik Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating). Mengambil contoh pemimpin negara kita, presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 1. Mengarahkan (directing) Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan bawahannya. Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi, kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan motivasi dan optimismenya. 2. Melatih (coaching) Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan. Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan menasihati, dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui metode pembinaan. 3. Partisipasi (participation) Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas. 4. Mendelegasikan (delegating) Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi. Dalam gaya kepemimpinan klasik juga diperkenalkan beberapa gaya kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada prinsipnya merupakan sama seperti gaya klasik diatas maupun gabungan dari beberapa gaya klasik yang disebutkan sebelumnya. Gaya kepemimpinan tersebut adalah gaya kepemimpinan otokrasi, gaya kepemimpinan pembinaan, gaya kepemimpinan demokrasi dan gaya kepemimpinan kendali bebas. Pada gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin. Gaya kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pada Gaya kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja. Lalu, gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada kondisi anggota itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang berbeda. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi. Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi. Gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. Mengambil contoh kepada manajer dari suatu perusahaan yang berhasil menerapkan gaya kepemimpinan situasional di perusahaan yang dipimpinnya 1. Gaya Kepemimpinan Kontinum Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu: a.Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas) b.Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis) 2. Gaya Managerial Grid Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers). Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut. a.Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya. b.Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu. c.Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas. d.Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan. Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang 3. GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan atau pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat. Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya. Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu: 1.M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan. 2.M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa. 3.M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin. 4.M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas. Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu: a.Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya. b.Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas. c.Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan. d.Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya. 4. KONTINUM GAYA KEPEMIMPINAN Gaya kepemimpinan kontinum dipelopori oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan managerial grid dipelopori oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton. Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. amun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan. STRUKTUR DAN ANATOMI KEORGANISASIAN Elemen struktur organisasi Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain: Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri. Departementalisasi. Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan. Rantai komando. Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Rentang kendali. Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif. Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi. Formalisasi. Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Desain organisasi yang umum adalah : 1. Struktur sederhana Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi. Struktur sederhana paling banyak dipraktikkan dalam usaha-usaha kecil di mana manajer dan pemilik adalah orang yang satu dan sama. Kekuatan dari struktur ini adalah kesederhanaannya yang tercermin dalam kecepatan, kefleksibelan, ketidakmahalan dalam pengelolaan, dan kejelasan akuntabilitas. Satu kelemahan utamanya adalah struktur ini sulit untuk dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil karena struktur sederhana menjadi tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) di puncak. 2. Birokrasi Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando. Kekuatan utama birokrasi ada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang terstandar secara sangat efisien, sedangkan kelemahannya adalah dengan spesialisasi yang diciptakan bisa menimbulkan konflik-konflik subunit, karena tujuantujuan unit fungsional dapat mengalahkan tujuan keseluruhan organisasi. Kelemahan besar lainnnya adalah ketika ada kasus yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan, tidak ada ruang untuk modifikasi karena birokrasi hanya efisien sepanjang karyawan menghadapi masalah yang sebelumnya telah mereka hadapi dan sudah ada aturan keputusan terprogram yang mapan. 3. Struktur matriks Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk. Struktur matriks dapat ditemukan di agenagen periklanan, perusahaan pesawat terbang, laboratorium penelitian dan pengembangan, perusahaan konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah, universitas, perusahaan konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran. Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando sehingga karyawan dalam struktur matriks memiliki dua atasan -manajer departemen fungsional dan manajer produk. Karena itulah matriks memiliki rantai komando ganda. Desain Struktur Organisasi Modern Struktur tim adalah pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk meng - koordinasikan kegiatan - kegiatan kerja. Karakteristik utama struktur tim adalah bahwa struktur ini meniadakan kendala - kendala departemental dan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja. Struktur tim juga mendorong karyawan untuk menjadi generalis sekaligus spesialis Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis. Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan Model desain struktur organisasi Ada dua model ekstrem dari desain organisasi. Model mekanistis, yaitu sebuah struktur yang dicirikan oleh departementalisasi yang luas, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi yang terbatas, dan sentralisasi. Model organik, yaitu sebuah struktur yang rata, menggunakan tim lintas hierarki dan lintas fungsi, memiliki formalisasi yang rendah, memiliki jaringan informasi yang komprehensif, dan mengandalkan pengambilan. Keputusan secara partisipatif. Faktor penentu struktur organisasi Berikut adalah faktor-faktor utama yang diidentifikasi menjadi penyebab atau penentu struktur suatu organisasi : 1. Strategi Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai sasarannya. Karena sasaran diturunkan dari strategi organisasi secara keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus terkait erat tepatnya, struktur harus mengikuti strategi. Jika manajemen melakukan perubahan signifikan dalam strategi organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung dan mendukung perubahan ini. Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada tiga dimensi -inovasi, minimalisasi biaya, dan imitasi-dan pada desain struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing dimensi. Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan diperkenalkannya produk dan jasa baru yang menjadi andalan. Strategi minimalisasi biaya adalah strategi yang menekankan pengendalian biaya secara ketat, menghindari pengeluaran untuk inovasi dan pemasaran yang tidak perlu, dan pemotongan harga. Strategi imitasi adalah strategi yang mencoba masuk ke produkproduk atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitas terbukti. 2. Ukuran organisasi Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. 3. Teknologi Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input menjadi output. Setiap organisasi paling tidak memiliki satu teknologi untuk mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisik menjadi produk atau jasa. 4. Lingkungan Lingkungan sebuah organisasi terbentuk dari lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi mempengaruhi kinerja organisasi. Kekuatan-kekuatan ini biasanya meliputi pemasok, pelanggan, pesaing, badan peraturan pemerintah, kelompok-kelompok tekanan publik, dan sebagainya. Pembagian departemen atau unit pada struktur organisasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam : 1. Departementalisasi Menurut Fungsi Pada pembagian ini orang yang memiliki fungsi yang terikat dikelompokkan menjadi satu. Umum terjadi pada organisasi kecil dengan sumber daya terbatas dengan produksi lini produk yang tidak banyak. Biasanya dibagi dalam bagian keuangan, pemasaran, umum, produksi, dan lain sebagainya. 2. Departementalisasi Menurut Produk / Pasar Pada jenis departementalisasi ini orang-orang atau sumber daya yang ada dibagi ke dalam departementalisasi menurut fungsi serta dibagi juga ke dalam tiap-tiap lini produk, wilayah geografis, menurut jenis konsumen, dan lain sebagainya. 3. Departementalisasi Organisasi Matrix / Matriks Bentuk organisasi matriks marupakan gabungan dari departementalisasi menurut fungsional dan departementalisasi menurut proyek. Seorang pegawai dapat memiliki dua posisi baik secara fungsi maupun proyek sehingga otomatis akan memiliki dua atasan / komando ganda. Proyek biasanya diadakan secara tidak menentu dan sifatnya tidak tetap. Tata kerja merupakan cara pekerjaan dengan benar dan berhasil guna atau bisa mencapai tingkat efisien yang maksimal. Prosedur kerja merupakan tahapan dalam tata kerja yang harus dilalui suatu pekerjaan baik mengenai dari mana asalnya dan mau menuju mana, kapan pekerjaan tersebut harus diselesaikan maupun alat apa yang harus digunakan agar pekerjaan tersebut dapat diselesaikan. Sistem Kerja merupakan susunan antara tata kerja dengan prosedur yang menjadi satu sehingga membentuk suatu pola tertentu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, Struktur organisasi merupakan kelanjutan dari dua bentuk organisasi. Struktur organisasi yang dibentuk akan selalu berdasarkan pada 3 komponen organisasi yaitu: 1. Interaksi kemanusiaan . 2. Kegiatan yang terarah ke tujuan. 3. Struktur. Berdasarkan ketiga komponen organisasi itu seorang manajer puncak harus dapat mengkoordinir kegiatan-kegiatan karyawan dalam mencapai tujuan Organisasi. Disamping pertimbangan ketiga komponen tersebut, struktur Organisasi harus memberi penjelasan bagaimana pembagian kekuasaan (authonty = wewenang) dan bagaimana tanggung jawabnya. Pendelegasian wewenang sangat erat hubungannya dengan batasan wewenang dan tanggung jawab seseorang tentang suatu bagian kegiatan yang dilaksanakan. Dengan menugaskan sebagian pekerjaan kepada bawahan berarti manajer memberikan wewenang dan tanggung jawab yang seimbang, untuk kemudian setiap bawahan harus mempertanggungjawabkannya kepada atasannya sesuai dengan struktur organisasi. Bentuk Struktur Organisasi yaitu: 1. Organisasi Lini 2. Organisasi Fungsional 3. Organisasi Lini dan Staff. 4. Organisasi Fungsional dan Lini 5. Organisasi Matrik. 6. Organisasi Komite 7. Organisasi Lini · Organisasi Fungsional Organisasi fungsional adalah suatu organisasi di mana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang mcmpunyai keahlian khusus. · Organisasi Garis dan Staff Organisasi Garis dan staff adalah suatu bentuk organisasi di mana pelimpahan wewenang berlangsung secara vertikal dan sepenuhnya dari pucuk pimpinan ke kepala bagian di bawahnya serta masing-masing pejabat manajer ditempatkan satu atau lebih pejabat staff yang tidak mempunyai wewenang memerintah tetapi hanya sebagai penasihat, misalnya mengenai masalah kearsipan, keuangan, personel dan sebagainya · Organisasi Fungsional dan garis Organisasi fungsional dan garis adalah bentuk organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian di bawahnya yang mempunyai keahlian tertentu serta sebagian dilimpahkan kepada pejabat fungsional yang koordinasinya tetap diserahkan kepada kepala bagian. · Organisasi Matrik Organisasi matrik disebut juga sebagai organisasi manajemen proyek yaitu organisasi di mana penggunaan struktur organisasi menunjukkan di mana para spesialis yang mempunyai ketrampilan di masing-masing bagian dari kegiatan pemasaran dikumpulkan lagi menjadi satu untuk sualu proyek yang harus diselesaikan. · Organisasi komite Organisasi komite adalah bentuk organisasi di mana tugas kepemimpinan dan tugas tertentu dilaksanakan secara kolektif oleh sekelompok pejabat, yang berupa komite atau dewan atau board dengan pluralistic manajemen. Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalamstruktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa. Struktur organisasi mendefinisikan cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dandikoordinasikan secara formal. Elemen Struktur Organisasi Empat elemen dalam struktur organisasi yaitu : 1. Adanya spesialisasi kegiatan kerja 2. Adanya standardisasi kegiatan kerja 3. Adanya koordinasi kegiatan kerja 4. Besaran seluruh organisasi Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain: Spesialisasi pekerjaan yaitu sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri. Departementalisasi adalahd asar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan. Rantai komando yaitu garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Rentang kendali merupakan jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisiendan efektif. Sentralisasi dan Desentralisasi yaitu sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi. Formalisasi yaitu sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Anatomi Organisasi

Kamis, 19 April 2012

Struktur Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI

Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya minimal dua orang untuk mencapai sebuah tujuan

Struktur Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.
Struktur organisasi adalah bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal.
Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain:
a.Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
b.Departementalisasi. Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan.
c.Rantai komando. Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
d.Rentang kendali. Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif.
e.Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi.
f.Formalisasi. Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan.
Struktur sederhana
Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi. Kekuatan dari struktur ini adalah kesederhanaannya yang tercermin dalam kecepatan, kefleksibelan, ketidakmahalan dalam pengelolaan, dan kejelasan akuntabilitas Satu kelemahan utamanya adalah struktur ini sulit untuk dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil karena struktur sederhana menjadi tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) di puncak.
Birokrasi
Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando. Kekuatan utama birokrasi ada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang terstandar secara sangat efisien, sedangkan kelemahannya adalah dengan spesialisasi yang diciptakan bisa menimbulkan konflik-konflik subunit, karena tujuan-tujuan unit fungsional dapat mengalahkan tujuan keseluruhan organisasi. Kelemahan besar lainnnya adalah ketika ada kasus yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan, tidak ada ruang untuk modifikasi karena birokrasi hanya efisien sepanjang karyawan menghadapi masalah yang sebelumnya telah mereka hadapi dan sudah ada aturan keputusan terprogram yang mapan.
Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.
Struktur matriks dapat ditemukan di agen-agen periklanan, perusahaan pesawat terbang, laboratorium penelitian dan pengembangan, perusahaan konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah, universitas, perusahaan konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan. Kekuatan departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialis, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber daya khusus untuk keseluruhan produk. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran. Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando sehingga karyawan dalam struktur matriks memiliki dua atasan -manajer departemen fungsional dan manajer produk. Karena itulah matriks memiliki rantai komando ganda.
Desain Struktur Organisasi Modern

Struktur tim
Struktur tim adalah pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk mengoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. Karakteristik utama struktur tim adalah bahwa struktr ini meniadakan kendala-kendala departemental dan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja. Struktur tim juga mendorong karyawan untuk menjadi generalis sekaligus spesialis.
Organisasi virtual
Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis secara detail.
Organisasi Nirbatas
Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.

Model desain struktur organisasi
a. Model mekanistis, yaitu sebuah struktur yang dicirikan oleh departementalisasi yang luas, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi yang terbatas, dan sentralisasi.
b. Model organik, yaitu sebuah struktur yang rata, menggunakan tim lintas hierarki dan lintas fungsi, memiliki formalisasi yang rendah, memiliki jaringan informasi yang komprehensif, dan mengandalkan pengambilan keputusan secara partisipatif.
c. Model Piramid,model ini di buat persis sebuah piramida.
d. Model Horizontal,Model ini dibuat dengan manarik garis lurus secara horizontal dengan pembagian funsional masing-masing bersama tugasnya masing-masing.

Faktor penentu struktur organisasi
Sebagian organisasi terstruktur pada garis yang lebih mekanistis sedangkan sebagian yang lain mengikuti karakteristik organik. Berikut adalah faktor-faktor utama yang diidentifikasi menjadi penyebab atau penentu struktur suatu organisasi:
a. Strategi
Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai sasarannya Karena sasaran diturunkan dari strategi organisasi secara keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus terkait erat. tepatnya, struktur harus mengikuti strategi. Jika manajemen melakukan perubahan signifikan dalam strategi organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung dan mendukung perubahan ini. Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada tiga dimensi -inovasi, minimalisasi biaya, dan imitasi- dan pada desain struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing dimensi.
Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan diperkenalkannya produk dan jasa baru yang menjadi andalan.
Strategi minimalisasi biaya adalah strategi yang menekankan pengendalian biaya secara ketat, menghindari pengeluaran untuk inovasi dan pemasaran yang tidak perlu, dan pemotongan harga.
Strategi imitasi adalah strategi yang mencoba masuk ke produk-produk atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitas terbukti.
b. Ukuran organisasi
Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi secara signifikan memengaruhi strukturnya. Sebagai contoh, organisasi-organisasi besar yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun, hubungan itu tidak bersifat linier. Alih-alih, ukuran memengaruhi struktur dengan kadar yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting saat organisasi meluas.
c. Teknologi
Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input menjadi output.Setiap organisasi paling tidak memiliki satu teknologi untuk mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisik menjadi produk atau jasa.
d. Lingkungan
Lingkungan sebuah organisasi terbentuk dari lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi memengaruhi kinerja organisasi. Kekuatan-kekuatan ini biasanya meliputi pemasok, pelanggan, pesaing, badan peraturan pemerintah, kelompok-kelompok tekanan publik, dan sebagainya. Struktur organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya karena lingkungan selalu berubah. Beberapa organisasi menghadapi lingkungan yang relatif statis -tak banyak kekuatan di lingkungan mereka yang berubah. Misalnya, tidak muncul pesaing baru, tidak ada terobosan teknologi baru oleh pesaing saat ini, atau tidak banyak aktivitas dari kelompok-kelompok tekanan publik yang mungkin memengaruhi organisasi. Organisasi-organisasi lain menghadapi lingkungan yang sangat dinamis -peraturan pemerintah cepat berubah dan memengaruhi bisnismereka, pesaing baru, kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, preferensi pelanggan yang terus berubah terhadap produk, dan semacamnya. Secara signifikan, lingkungan yang statis memberi lebih sedikit ketidakpastian bagi para manajer dibanding lingkungan yang dinamis. Karena ketidakpastian adalah sebuah ancaman bagi keefektifan sebuah organisasi, manajemen akan menocba meminimalkannya. Salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan adalah melalui penyesuaian struktur organisasi.

kepemimpinan situasional dan struktur organisasi

Teori Kepemimpinan (Situasional)
a. Model Kontijensi
Pada tahun sekitar 1940-an para ahli-ahli psikologi sosial mulai mulai mengadakan penelitian terhadap beberapa variabel-variabel Situasional yang mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan prilakunya, inklusif pelaksanaan pekerjaan dan kepuasan para pengikutnya. Berbagai variabel Situasional diidentifikasikan, tapi tidak semua mampu ditarik oleh Teori Situasional ini.
Pedekatan klasik terhadap pelatihan dan pengembangan gaya manajemen adalah pendekatan kepemimpinan siklus hidup (yang selanjutnya disebut situasional) pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatan jaringan manjerial. Mengikuti kajian asli Ohio State dan pendekatan jaringan, pendekatan Hersey dan Blanchard. Mengidentifikasi dua gaya utama berikut ini :
1. Task Style. Pemimpin mengorganisasi dan menentukan peran bagi para anggota kelompok kerja; pemimpin menjelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan anggota, kapan, dimana, serta bagaimana mereka mengerjakannya.
2. Relationship style. Pemimpin memiliki hubungan yang dekat dengan anggota kelompok, ada keterbukaan komunikasi serta dukungan psikologis dan emosional.
Pada tahun ± 1967 Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektifitas kepemimpinan. Konsep ini dituangkan dalam bukunya yang terkenal "A Theory of Leadership Effectiveness ". Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan dengan memberikan skor yang dapat menunjukan Dugaan Kesamaan di antara keberlawanan (Assumed Similarity between Oppsites - ASO) dan Teman Kerja yang Paling Sedikit Disukai (Least Preferred Coworker - LPC). ASO memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin menganai kesukaan yang paling banyak dan paling sedikit tentang kawan-kawan kerjanya.
Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan kepemimpinan tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut :
• Hubungan Kemanusiaan atau gaya yang lunak dihubungkan pada pemimpin yang tidak mempertimbangkan perbedaan yang besar diantara teman-teman kerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan gambaran yang relatif mengenakan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
• Gaya Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau hard nosed dihubungkan pada pemimpin yang memandang suatu perbedaan besar diantara teman kerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang tidak menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).
Similarity between Oppsites –ASO : Memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin mengenai kesukaan yang paling banyak dan paling sedilit tentang kawan-kawan kerjanya.


Dua tolak ukur yang dipergunakan berikut ini adalah saling bergantian dan saling berhubungan dengan gaya kepemimpinan tersebut diatas, berikut ini adalah penjelasannya:
 Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak, dihubungkan pada pemimpin yang tidak mempertimbangkan perbedaan yang besar diantara para anggotanya atau teman-teman sekerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan gambaran yang relatif menyenangkan kepada onggota atau teman sekerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
 Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau (Hard Nosed) dihubungkan pada pemimpin yang berpandangan pada suatu perbedaan besar diantara para anggotanya atau teman-teman sekerja yang paling banyak atau yang paling sedikit disukai (ASO ) dan memberikan suatu gambaran yang tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai ( LPC ).
Kunci efektivitas kepemimpinan pada model tersebut adalah menyesuaikan situasi dengan gaya yang sesuai. Berikut ringkasan dari empat gaya dasar :
 Telling style. Gaya ini merupakan gaya tugas-tinggi hubungan-rendah dan efektif bila pengikutnya berada ditingkat kedewasaan sangat rendah.
 Selling style. Gaya ini adalah gaya tugas-tinggi hubungan-tinggi dan efektif bila kedewasaan pengikutnya rendah.
 Participating style. Gaya ini merupakan gaya tugas-rendah hubungan-tinggi dan efektif bila kedewasaan pengikutnya tinggi.
 Delegating style. Gaya ini merupakan gaya tugas-rendah hubungan-rendah dan efektif bila tingkat kedewasaan pengikutnya sangat tinggi.

b. Model Vroom-yentton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.


Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
 Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
 Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
 Apakah masalahnya terstruktur?
 Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
 Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
 Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
 Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gaya otokratis.
 Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
 Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
 Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.

C. Model Path Goal
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveMendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. ParticipativePartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
4. Achievement-orientedPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.











Struktur Organisasi Anatomi Organisasi

a. Desain Organisasi
Apakah itu struktur organisasi? Struktur organisasi ialah susunan pembagian tugas secara formal yang ada dalam sebuah organisasi. Selain memiliki struktur, organisasi juga memiliki desain organisasi.
Desain organisasi ini adalah sebuah proses yang meliputi enam elemen :
- Spesialisasi kerja : adanya pembagian kerja yang dibagi menjadi beberapa bagian.
- Pembagian departemen : Berdasarkan fungsi, produk, letak geografis, proses, dan jenis costumer
- Ada rantai komando : Sehingga banyaknya karyawan yang dibawahi harus dibatasi agar efektif dan efisien
- Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi : pengambilan keputusan secara terpusat pada level atas perusahaan
Desentralisasi : pengambilan keputusan dari level bawah yang terkait langsung dengan aksi
- Formalisasi : ada standardisasi pada setiap organisasi sehingga perilaku karyawan mengikuti aturan dan prosedur yang telah ditentukan.

Macam - macam Desain Organisasi :
• Desain Organisasi Tradisional
- Struktur yang simpel : departemensialisasi rendah
- Struktur yang fungsional : pembagian departemen berdasarkan fungsi
- Struktur yang divisional : terdiri dari beberapa divisi dengan terbatasnya otonomi dibawah koordinasi dan kontrol dari bagian atas perusahaan

• Desain Organisasi Kontemporer
- Tim Terstruktur : terdiri dari beberapa grup kerja dengan memberi wewenang kepada karyawan untuk memanajemen diri sendiri
- Matriks dan Struktur Proyek : Para spesialis ditugaskan untuk mengerjakan proyek yang dipimpin oleh seorang project managers : Matrix and Project Participants mempunyai dua managers dan karyawan terus berkerja pada proyek, dan akan pindah setelah proyeknya selesai
- Organisasi tanpa batas-batas organisasi yang jelas : desain organisasi yang fleksibel dan tidak terstruktur yang cenderung untuk tidak terdapat penghalang antara organisasi dengan para pelanggan dan supplier
- Menghapus penghalang (horizontal)
- Menghapuskan batas-batas external, mendekat ke stakeholder
Organisasi yang baik adalah organisasi yang bisa belajar, dan organisasi yang belajar adalah sebuah organisasi yang mengembangkan kapasitasnya dengan mempelajari, beradaptasi, dan berubah melalui latihan pengetahuan memanajemen oleh karyawan
b. Pembayaran Kerja
Organisasi yang selalu berkembang merupakan dambaan semua orang. Baik pemerintah maupun swasta mengharapkan organisasinya tumbuh dan berkembangdengan baik, sebab dunia terus berkembang. Dengan perkembangan tersebutdiharapkan organisasi mampu bersaing dan berakselerasi dengan kemajuan zaman.Kenyataan menunjukkan bahwa organisasi yang tidak mampu berakselerasi dengankemajuan zaman akan tertinggal untuk kemudian tenggelam tertelan zaman.Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan suatuorganisasi adalah melalui hasil Penilaian Prestasi Kerja (PPK) yang ada padaorganisasi tersebut. PPK dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Performance Appraisal . Dari PPK dapat dilihat kinerja kerja organisasi yang dicerminkan olehkinerja kerja pegawainya.Hasil PPK dapat menunjukkan apakah SDM (pegawai) pada organisasiterebut telah memenuhi sasaran/target sebagaimana yang dikehendaki olehorganisasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, bagaimana perilaku pegawaidalam melaksanakan pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut sudah efektif danefisien, bagaimana penggunaan waktu kerja dan sebagainya. Dengan informasitersebut berarti hasil PPK merupakan refleksi dari berkembang atau tidaknyaorganisasi.
c. Dapartementalisasi
Efesiensi kerja tergantung kepada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam dalam organisasi. Proses penentuan cara bagaimana kegiatan dikelompokkan disebutkan departementasi. Macam bentuk departementasi yaitu :
1. Departementasi Fungsional
Mengelompokkan fungsi yang sama atau kegiatan sejenis untuk membentuk satuan organisasi. Ini merupakan bentuk organisasi yang paling umum dan bentuk dasar departementasi
2. Departementasi Devisional
Dengan membagi divisi-divisi atas dasar produk, wilayah, langganan, dan proses, dimana tiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya sendiri. Organisasi divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah (geografis), langganan, dan proses atau peralatan.
3. Departemensi Proyek
Merupakan bentuk departementasi campuran.ini dilakukan dengan mengkombinasikan kebaikkan-kebaikkan dari system fungsional dan divisional dengan menghindarkan segala kelemahannya.
d. Rentang Kendali, Rentang Komando
Perusahaan sering kacau karena struk-turnya semrawut. Alur perintah dan tang-gung jawab tidak jelas. Usaha pun lantas terhambat. Permasalahannya? Boleh jadi sistem kendalinya lemah. Banyak perusahaan yang tidak efektif bu-kan karena kondisi eksternal tetapi lan-taran struktur organisasinya kurang kokoh. Struktur ini hendaknya mencerminkan apa yang menjadi sasaran perusahaan, dan efisiensi pelaksanaan fungsi hendaknya menjadi patokan utama. Efisiensi ini bisa dicapai bila perintah dan pe-nugasan oleh eselon manajer dapat segera dilak-sanakan oleh bawahan, dengan proses antara seminim mungkin. Pengarahan, briefing, dan instruksi hendaknya serba ringkas. Apa yang menjadi tanggung jawab bawahan pun hendaknya selalu jelas.
e. Pelimpahan Wewenang
Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Wewenang merupakan hasil delegasi atau pelimpahan wewenang dari atasan ke bawahan dalam suatu organisasi. Dua pandangan yang saling berlawanan tentang sumber wewenang, yaitu:
1. Teori formal (pandangan klasik)
Wewenang merupakan anugrah, ada karena seseorang diberi atau dilimpahi hal tersebut.Beranggapan bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang tinggi. Jadi pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang ke atas sampai sumber terakhir, dimana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang saham.
2.Teori penerimaan (acceptance theory of authority)
Wewenang timbul hanya jika dapat diterima oleh kelompok atau individu kepada siapawewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan kunci dasar wewenang oleh yangdipengaruhi (influencee) bukan yang mempengaruhi (influencer). Jadi, wewenang tergantung pada penerima (receiver), yang memutuskan untuk menerima atau menolak.
f. Dimensi Struktur
3 Dimensi struktur organisasi :
o Kompleksitas
Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan di dalam hirarki organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis.
Diffrensiasi :
- Diffrensiasi horizontal -> merujuk pada tingkat diffrensiasi antara unit-unit berdasarkan orientasi para anggota, sifat dari tugas yang dilaksanakan, dan tingkat pendidikan dan pelatihannya.
- Spesialisasi : pengelompokkan aktivitas tertentu yang dilakukan satu individu . Spesialisasi fungsional = pembagian kerja
Spesialisasi sosial à individunya yang dispesialisasi

- Departementalisasi : cara organisasi secara khas mengkoordiinasikan aktivitas yang telah dideferensiasi secara horizontal. Misal : Berdasarkan fungsi; geografis;produk; proses




o Formalisasi, yaitu sejauhmana organisasi menyandarkan dirinya pada peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku dari para pegawainya.

Keuntungan adanya standarisasi :
 Standarisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman
 Memudahkan koordinasi
 Adanya penghematan

a. Bersifat eksternal bagi pegawai ->peraturan, prosedur, dan aturan ditetapkan secara terinci, dikodifikasi, & dilaksanakan
melalui pengawasan langsung.

b. Perilaku yang diinternalkan, melalui nilai, norma
Pola perilaku yg diharapkan bagi pekerjaan &
Organisasi. Misal :melalui pelatihan & budaya organisasi

o Sentralisasi, tingkat di mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal di dalam organisasi
Hambatan sentralisasi :
 Hanya memperhatikan struktur formal.
 Memperhatikan kebebasan dalam pengambilan keputusan.
 Konsentrasi pada seseorang, unit atau tingkat.
 Kontrol dari top manajemen, tetapi keputusan tetap terletak pada anggota tingkat rendah.
Keuntungan desentralisasi :
 setiap manajer mempunyai keterbatasan terhadap jumlah informasi
 Dapat menanggapi perubahan dengan cepat.
 Memberi masukan lebih rinci bagi pengambil keputusan.
 Memotivasi pegawai untuk memberi kesempatan dlm pengambilan keputusan.
 Memberi peluang pelatihan bagi manajer tingkat rendah.
Keuntungan sentralisasi :
 Keputusan komprehensif yang akan diambil.
 Penghematan dan lebih efektif

Kepemimpinan Situasional

DEFINISI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi secara suka rela (Fairholm, 1991; Gardner, 2000). Bahkan menurut Gemmil dan Oakley (1992) kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama antara anggota organisasi dalam merumuskan metode baru untuk meningkatkan kualitas organisasi. Fulan (2000, hal. 3) mengatakan bahwa “leadership is a process of persuasion or example by which an individual (or leadership team) induce the group to pursue objectives shared by the leaders and his or her followers”. Fulan berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota organisasi lainnya. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan hanya didefinisikan dari sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
Istilah kepemimpinan dan manajemen seringkali dianggap sinonim (Yukl, 1989), tapi para ahli ilmu kepemimpinan masih mengalami kesulitan membedakan kedua istilah tersebut. Fairholm (1991) menyebutkan walaupun kedua istilah tersebut sering dianggap sama, istilah kepemimpinan lebih duluan muncul dari pada istilah manejemen. Namun Nicholls (2002) berbeda pendapat dengan Fairholm, Nicholls berpendapat bahwa manajemen itu lebih penting daripada kepemimpinan. Para ahli juga berbeda pendapat apakah seseorang bisa menjadi pemimpin sekaligus manajer pada saat yang sama. Perbedaan-perbedaan pendapat ini pulalah yang mengaburkan perbedaan antara kepemimpinan dengan manajemen (leadership and management).
Namun demikian, di sini perbedaan dari kedua istilah tersebut akan dianalisa dengan menguraikan definisi dari kedua istilah tersebut. Kepemimpinan adalah sebuah proses di dalam memberi inspirasi kepada anggota organisasi lainnya, dan mempengaruhi anggota tersebut untuk memiliki integritas di dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin itu bertugas untuk menentukan visi organisasi dan selalu memprediksi kebutuhan masa depan (Fairholm, 1991). Sedangkan tugas menejer adalah mengelola integritas bawahan dan mempertahankan status Quo. Menejer tidak berinisiatif untuk menentukan visi organisasi. Singkatnya menejer lebih memikirkan bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan dengan se-efektif dan se-efesien mungkin sehingga produktifitas organisasi bisa terjaga.
TEORI KEPEMIMPINAN
1. TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching Leaders and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
• Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
• Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
2. MODEL KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON (Normative Theory: Decision Making and Leader Effectiveness: Vroom & Yetton, 1973)
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
1. Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gayaotokratis.
2. Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
3. Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
4. Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
3. TEORI PATH-GOAL DALAM KEPEMIMPINAN
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveMendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. ParticipativePartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
4. Achievement-orientedPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gayakepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gayakepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gayakepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

Minggu, 15 April 2012

KEPEMIMPINAN Ir,SOEKARNO

Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kertaraharja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo.
(Pidato Presiden RI Sukarno tanggal 17 Agustus 1963)
Soekarno, sosok yang fenomenal dan dikagumi tidak hanya oleh bangsa indonesia tapi juga seluruh dunia. Selain dikenal dengan kepemimpinanya, soekarno juga dikenal dengan kepiawaianya dalam berbagai hal, mulai dari perebutan kemerdekaan, politik dan diplomasi, ekonomi, seni dan berbagai hal lainya termasuk urusan wanita. Meskipun begitu kami tidak akan membahas mengenai sepak terjang Ir. Soekarno di Bidang politik atau urusan wanita. Seperti judul yang kami buat Kami akan membahas mengenai ” PEMBANGUNAN EKONOMI DI ERA SOEKARNO “
Sebagai tokoh pejuang kemerdekaan, Proklamator sekaligus Presiden pertama indonesia, perekonomian indonesia tidak dapat lepas dari sosok Ir. Soekarno. Sebagai orang yang pertama memimpin Indonesia boleh dibilang Soekarno adalah peletak dasar perekonomian indonesia. Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya :
● Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia
● Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
● Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
● Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian indonesia. Dan lebih lengkapnya akan kita bahas di bab berikutnya.
B. PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA DARI MASA KE MASA.
Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) yang menjadi mata uang pertama Republik Indonesia, yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah.
Setelah kemerdekaan hingga tahun 1965, perekonomoian Indonesia memasuki era yang sangat sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial, politik dan keamanan yang sangat dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan. Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial- politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan.
Pada periode tahun 1950-an Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan pola dasar Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana). Model ini tidak berhasil, karena begitu kompleknya permasalahan ekonomi, sosial, politik dan keamanan yang dihadapi pemerintah dan ingin diselesaikan secara bersama-sama dan simultan. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama adalah terjadi hiper inflasi yang mencapai lebih 500% pada akhir tahun 1965
Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.
Pemerintahaan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan inflasi, menstabilkan mata uang, penjadualan ulang hutang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing. Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981. Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali, selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997 Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an akibat krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu, yang disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.
Saat ini ekonomi Indonesia telah cukup stabil. Pertumbuhan PDP indonesia tahun 2004 dan 2005 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut. Namun demikian, dampak pertumbuhan itu belum cukup besar dalam mempengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebesar 9,75%. Perkiraan tahun 2006, sebanyak 17,8% masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, dan terdapat 49,0% masyarakat yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2 per hari.
Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas. Indonesia pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet. Sektor jasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB 2005. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektor pertanian menyumbang 14,0%. Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. Sektor jasa mempekerjakan 36,9%, dan sisanya sektor industri sebesar 18,8%.
Meski kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang merajalela dalam pemerintahan. Lembaga Transparency International menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-143 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, yang dikeluarkannya pada tahun 2007.
C. PEMBANGUNAN EKONOMI DI MASA ORDE LAMA
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Meskipun pemerintah kolonial belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia dalam konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, namun tidak bisa ditutupi kenyataan bahwa hasil-hasil KMB banyak menguntungkan kepentingan ekonomi Belanda. Setidaknya untuk menopang perekonomian negeri Belanda yang masih carut-marut paska perang dunia ke II, pemerintah Belanda memandang penting mempertahankan perusahaan-perusahaanya di Indonesia. Indonesia tetap amat penting bagi ekonomi Belanda. Hal ini tercermin dari suatu perkiraan resmi Belanda yang mengungkapkan bahwa pada tahun 1950 penghasilan total Belanda yang diperoleh dari hubungan ekonomi dengan Indonesia (ekspor ke Indonesia, pengolahan bahan-bahan mentah, penghasilan dari penanaman modal di Indonesia, transfer uang pensiun dan tabungan, dan lain-lain) merupakan 7,8 persen dari pendapatan nasional Belanda.
Tahun-tahun berikutnya, sampai tahun 1957, sewaktu semua perusahaan Belanda diambil alih oleh pekerja, angka persentase ini adalah: 8,2 persen (1951); 7,0 persen (1952); 5,8 persen (1953); 4,6 persen (1954); 4,1 persen (1955); 3,3 persen (1956); dan 2,9 persen (1957). Di sisi lain, beberapa tokoh Indonesia -terutama Moh.Hatta yang memimpin delegasi Indonesia- menganggap bahwa apapun hasil KMB tetap harus diterima. Menurut mereka yang paling penting, Belanda menarik kekuatan militernya dan menghargai kedaulatan politik Indonesia. Beberapa kelompok kiri -terutama yang berbasiskan serikat pekerja- menganggap bahwa eksistensi perusahaan-perusaan Belanda di Indonesia, selain melakukan penindasan langsung terhadap pekerja Indonesia dengan politik upah murah, juga merupakan perwujudan masih bercokolnya neokolonialisme di Indonesia.
Menghadapi ”watak kolonial” yang masih bercokol terutama di lapangan ekonomi, pemerintah berupaya mengambil langkah untuk menyelamatkan sektor yang dianggap strategis, terutama perbankan. Pada tahun 1953, dilakukan nasionalisasi terhadap Bank Java dan kemudian namanya berubah menjadi ”Bank Indonesia”. Serta membentuk dua Financial Bank yaitu: Bank Industri Negara (BIN) yang akan membiayai proyek-proyek indutri; dan Bank Negara Indonesia (BNI) yang menyediakan foreign-exchange sekaligus membiayai kegiatan impor.
Di samping itu, karena desakan kaum kiri dan nasionalis, kabinet Wilopo akhirnya melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan listrik dan penerbangan . Tindakan nasionalisasi ini semakin berkembang luas karena di dorong oleh mobilisasi kaum pekerja yang dipimpin SOBSI. Beberapa perusahaan belanda yang berhasil dinasionalisasi kemudian dikelola dengan sistem Self-Management.
Langkah pemerintah berikutnya adalah mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak, seperti: balai gadai, beberapa wilayah pertanian yang penting, pos, telepon, listrik, pelabuhan, pertambangan batu bara dan rel kereta. Selanjutnya pemerintah membiayai perusahan negara melalui BIN di sektor produksi semen, tekstil, perakitan mobil, gelas, dan botol.
Langkah terakhir pemerintah adalah berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor dengan mendirikan Pusat Perusahaan Perdagangan pada tahun 1948 untuk mengekspor produk pertanian Indonesia. Pemerintah juga mendirikan USINDO pada tahun 1956 untuk mengekspor industri manufaktur -yang dibiayai oleh BIN- dan mengimpor bahan mentah untuk keperluan industri mereka.
Semua langkah intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi ini ditujukan untuk membangun infrastruktur bagi perkembangan kelas kapitalis dalam negeri. Program Sumitro Djojohadikusumo menggambarkan dengan jelas maksud dari rencana ini. Dimulai pada tahun 1951, BIN mengucurkan dana sebesar Rp 160 juta untuk membiayai proyek-proyek industri. Berbagai macam industri termasuk pengolahan karet, semen, tekstil didirikan. Pemerintah menguasai kepemilikan serta manajemennya. Namun pemilik modal dalam negeri tidak mampu memobilisir modal mereka untuk menjadi partner dalam industri-industri tersebut dan juga tak mampu menemukan usaha lain yang lebih menguntungkan.
Beberapa perusahan yang dibeli atau didirikan oleh pemerintah adalah Indonesia Service Company -perusahan milik pemerintah yang membeli General Motor; di Tanjung Priok mendirikan PT. PELNI. Upaya Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan sektor industri manufaktur modern yang dikuasai dan dikendalikan oleh orang Indonesia sendiri dimulai dengan Rencana Urgensi Ekonomi yang bertujuan mendirikan berbagai industri skala besar. Menurut rencana ini, pembangunan industri-industri akan dibiayai dulu oleh pemerintah kemudian akan diserahkan kepada pihak swasta Indonesia, koperasi, atau dikelola sebagai usaha patungan antara pihak swasta nasional dan Pemerintah Indonesia.
Untuk memperkuat perlawanan terhadap imperialisme, dan disisi lain memperkuat kemandirian ekonomi nasional, maka pada tahun 1950 pemerintah Soekarno mendeklarasikan poros kekuatan ekonomi baru yakni gerakan Banteng. Program ini memiliki tujuan utama untuk membangkitkan industri nasional terutama yang berbasiskan kepemilikan pribumi dan menempatkan sektor ekonomi yang vital, seperti perdagangan dan impor dibawah pengendalian negara.
Tujuan mulia program Banteng ternyata berbeda dalam prakteknya, borjuasi nasional Indonesia yang terdiri dari kaum priyayi dalam partai-partai berkuasa -seperti PNI dan Masyumi- tidak memiliki kapasitas borjuisme yang cukup. Pada prakteknya muncul kelompok-kelompok pengusaha pribumi yang menyalahgunakan lisensi ini dengan menjualnya kepada pengusaha asing, terutama pengusaha-pengusaha cina.
Pengusaha-pengusaha pribumi “dadakan” tersebut sama sekali tidak memiliki bekal kemampuan usaha yang memadai. Akhirnya mereka hanya “menyewakan” lisensi yang mereka punyai tersebut kepada pengusaha-pengusaha swasta lainnya, yang umumnya berasal dari pengusaha keturunan Cina. Praktek kongkalingkong ini lah yang melahirkan istilah Ali-Baba. Si Ali yang memiliki lisensi dan si Baba yang memiliki uang untuk memodalkerjai lisensi tersebut. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah:
(1) Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional. Pemberontakan PRRI/Permesta dan kekacauan-kekacauan keamanan di daerah sengaja dilakukan panglima-panglima tentara untuk memblokir kebijakan ekonomi Soekarno serta mengakumulasi sentimen anti-pemerintah pusat. Bahkan kenyataan menunjukkan bahwa jenderal-jenderal tersebut memanfaatkan situasi ini untuk terlibat dalam perdagangan gelap, penyelundupan, dan lain-lain.
(2) Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional -yang berakibat jatuh-bangunnya kabinet- tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
(3) Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang diharapkan menjadi kekuatan pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak memiliki basis borjuis yang tangguh. Mereka tidak ubahnya bagai “calo” yang memperdagangkan lisensi.
Kendati berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa haluan ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan massa rakyat. Dalam usaha memassifkan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda tentang Trisakti:
● Berdikari di bidang ekonomi;
● Berdaulat di bidang politik; dan
● Berkepribadian dalam budaya.
Kemudian pada Peringatan 17 Agustus 1959, Soekarno berpidato tentang Penemuan Kembali Revolusi Kita, yang terkenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol).
Dalam pidato tersebut, secara garis besar, Soekarno mencanangkan dilaksanakannya sistem Demokrasi Terpimpin. Pada intinya manipol terdiri atas lima hal pokok, yaitu: UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia yang disingkat USDEK. Sejak saat itu, setiap gerak dan langkah seluruh komponen bangsa Indonesia diharuskan berdasar pada Manipol-USDEK. Oleh karena itu, sistem ekonomi terpimpin menuntut seluruh unsur perekonomian Indonesia menjadi alat revolusi.
Dalam ekonomi terpimpin, kegiatan perekonomian ditekankan pada konsepsi gotong royong dan kekeluargaan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan ekonomi pada masa terpimpin juga dilandaskan atas strategi dasar ekonomi Indonesia yang diamanatkan dalam Deklarasi Ekonomi (DEKON) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963.
Dalam pidato yang berjudul “Banting Stir untuk Berdikari” di depan sidang umum MPRS tanggal 11 April 1965, Soekarno menyerukan kepada seluruh kekuatan pokok revolusi: buruh, petani, mahasiswa progresif, perempuan, termasuk etnis tionghoa untuk memperbesar kekuatan ekonomi Indonesia agar lepas dari kepentingan asing. Sangat jelas bahwa Indonesia pernah punya sejarah panjang dalam melakukan pergulatan membangun haluan ekonomi baru, yaitu berdikari untuk melepaskan diri dari belenggu untuk kolonialisme.
D. BERBAGAI PERMASALAHAN EKONOMI ORDE LAMA
1. Masa Pasca Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain
a. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
1. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
1. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.